Jumat, 05 Agustus 2011

KERAJAAN SRIWIJAYA

Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara pada waktu itu (abad 7 - 13 M).
Sumber-sumber sejarah kerajaan Sriwijaya selain berasal dari dalam juga berasal dari luar seperti dari Cina, India bahkan Arab.

Sumber-sumber dari dalam negeri
Sumber dari dalam negeri berupa prasasti yang berjumlah 6 buah yang menggunakan
bahasa Melayu Kuno dan huruf Pallawa, serta telah menggunakan angka tahun Saka.
a. Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di Kedukan Bukit, di tepi sungai Tatang dekat
Palembang, berangka tahun 606 Saka. Isi prasasti tersebut menceritakan perjalanan
suci/Sidayatra yang dilakukan Dapunta Hyang, berangkat dari Minangatamwan dengan
membawa tentara sebanyak 20.000 orang. Dari perjalanan tersebut berhasil menaklukkan
beberapa daerah.
b. Prasasti Talang Tuo ditemukan di sebelah barat kota Palembang berangka tahun 606
Saka. Prasasti ini menceritakan pembuatan Taman Sriksetra untuk kemakmuran semua
makhluk dan terdapat doa-doa yang bersifat Budha Mahayana.
c. Prasasti Telaga Batu ditemukan di Telaga Batu dekat Palembang tidak berangka tahun.
d. Prasasti Kota Kapur ditemukan di kota Kapur pulau Bangka berangka tahun 608 Saka.
e. Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi Hulu berangka tahun 608 Saka.
f. Prasasti Palas Pasemah ditemukan di Lampung Selatan tidak berangka tahun.
Keempat Prasasti yang disebut terakhir yaitu Prasasti Telaga Batu, Kota Kapur, Karang bukit,
dan Palas Pasemah menjelaskan isi yang sama yaitu berupa kutukan terhadap siapa saja
yang tidak tunduk kepada raja Sriwijaya.

Sumber-sumber sejarah Sriwijaya yang berasal dari luar negeri terdiri dari :
Sumber-sumber prasasti
Sumber yang berupa prasasti ditemukan di Semenanjung Melayu berangka tahun
775 M yang menjelaskan tentang pendirian sebuah pangkalan di semenanjung melayu,
daerah Ligor. Untuk itu prasasti tersebut, diberi nama Prasasti Ligor dan prasasti yang ditemukan di India di kota Nalanda yang berasal dari abad ke 9 M. Prasasti tersebut menjelaskan pendirian Wihara oleh Balaputradewa raja Sriwijaya.
Sumber Berita Asing
Di samping prasasti-prasasti, keberadaan Sriwijaya juga diperkuat dengan adanya beritaberita
Cina maupun berita Arab.
Berita Cina, diperoleh dari I-Tshing seorang pendeta Cina yang sering datang ke
Sriwijaya sejak tahun 672 M, yang menceritakan bahwa di Sriwijaya terdapat 1000 orang
pendeta yang menguasai agama seperti di India dan di samping itu juga, berita dari
dinasti Sung yang menceritakan tentang pengiriman utusan dari Sriwijaya tahun 971 -
992 M.
Nama kerajaan Sriwijaya dalam berita Cina tersebut, disebut dengan Shih-lo-fo-shih
atau Fo-shih, sedangkan dari berita Arab Sriwijaya disebut dengan Zabag/Zabay atau
dengan sebutan Sribuza. Dari berita-berita Arab dijelaskan tentang kekuasaan dan
kebesaran serta kekayaan Sriwijaya.

Melalui sumber-sumber tersebut di atas dapat diketahui perkembangan Sriwijaya dalam berbagai aspek kehidupan

Kehidupan Politik
Dalam kehidupan politik. Dapat diketahui bahwa raja pertama Sriwijaya adalah Dapunta
Hyang Sri Jayanaga, dengan pusat kerajaannya ada 2 pendapat yaitu pendapat pertama
yang menyebutkan pusat Sriwijaya di Palembang karena daerah tersebut banyak
ditemukan prasasti Sriwijaya dan adanya sungai Musi yang strategis untuk perdagangan.
Sedangkan pendapat kedua letak Sriwijaya di Minangatamwan yaitu daerah pertemuan
sungai Kampar kiri dan Kampar kanan yang diperkirakan daerah Binaga yaitu terletak di
Jambi yang juga strategis untuk perdagangan.
Dari dua pendapat tersebut, maka oleh ahli menyimpulkan bahwa pada mulanya Sriwijaya
berpusat di Minangatamwan. Kemudian karena perkembangannya dipindahkan ke
Palembang.
Untuk selanjutnya Sriwijaya mampu mengembangkan kerajaannya melalui keberhasilan
politik ekspansi/perluasan wilayah ke daerah-daerah yang sangat penting artinya untuk
perdagangan. Hal ini sesuai dengan prasasti yang ditemukan Lampung, Bangka, dan
Ligor. Bahkan melalui benteng I-tshing bahwa Kedah di pulau Penang juga dikuasai
Sriwijaya.
Dengan demikian maka Sriwijaya bukan lagi sebagai negara senusa atau satu pulau,
tetapi sudah merupakan negara antar nusa karena penguasaannya atas beberapa pulau.
Bahkan ada yang berpendapat Sriwijaya adalah negara kesatuan pertama. Karena
kekuasaannya luas dan berperan sebagai negara besar di Asia Tenggara (M.Yamin).

Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Sriwijaya memiliki letak yang strategis di jalur pelayaran dan perdagangan
Internasional Asia Tenggara. Dengan letak yang strategis tersebut maka Sriwijaya
berkembang menjadi pusat perdagangan dan menjadi pelabuhan Transito sehingga
dapat menimbun barang dari dalam maupun luar.
Dengan demikian kedudukan Sriwijaya dalam perdagangan sangat baik hal ini juga
didukung oleh pemerintahan raja yang cakap dan bijaksana seperti Balaputradewa,
Sriwijaya memiliki armada laut yang kuat yang mampu menjamin keamanan di jalurjalur
pelayaran yang menuju Sriwijaya, sehingga banyak pedagang dari luar yang singgah
dan berdagang di wilayah kekuasaan Sriwijaya tersebut.
Dengan adanya pedagang-pedagang dari luar yang singgah maka penghasilan Sriwijaya
meningkat dengan pesat. Peningkatan diperoleh dari pembayaran upeti, pajak maupun

Kehidupan Sosial
Faktor lain yang menjadikan Sriwijaya menjadi kerajaan besar adalah kehidupan sosial
masyarakatnya meningkat dengan pesat terutama dalam bidang pendidikan dan hasilnya
Sriwijaya terbukti menjadi pusat pendidikan dan penyebaran agama Budha di Asia
Tenggara. Hal ini sesuai dengan berita I-Tshing pada abad ke 8 bahwa di Sriwijaya
terdapat 1000 orang pendeta yang belajar agama Budha di bawah bimbingan pendeta
Budha terkenal yaitu Sakyakirti.
Di samping itu juga pemuda-pemuda Sriwijaya juga mempelajari agama Budha dan ilmu
lainnya di India, hal ini tertera dalam prasasti Nalanda.
Kemajuan di bidang pendidikan yang berhasil dikembangkan Sriwijaya bukanlah suatu
hasil perkembangan dalam waktu yang singkat tetapi sejak awal pendirian Sriwijaya,
raja Sriwijaya selalu tampil sebagai pelindung agama dan penganut agama yang taat.
Sebagai penganut agama yang taat maka raja Sriwijaya juga memperhatikan kelestarian
lingkungannya (seperti yang tertera dalam Prasasti Talang Tuo) dengan tujuan untuk
meningkatkan kemakmuran rakyatnya.
Dengan demikian kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Sriwijaya sangat baik dan
makmur, dalam hal ini tentunya juga diikuti oleh kemajuan dalam bidang kebudayaan.
Kemajuan dalam bidang budaya sampai sekarang dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan
suci seperti stupa, candi atau patung/arca Budha seperti ditemukan di Jambi,
Muaratakus, dan Gunung Tua (Padang Lawas) serta di Bukit Siguntang (Palembang).

Kebesaran dan kejayaan Sriwijaya ternyata banyak mengundang kerajaan lain menjadi
tidak senang dan menyerang Sriwijaya sehingga mengalami kemunduran dan keruntuhan
akibat serangan dari kerajaan lain.
- Serangan pertama dari Raja Dharmawangsa dari Medang, Jatim tahun 990 M. pada
waktu itu raja Sriwijaya adalah Sri Sudarmaniwarnadewa. Walaupun serangan
tersebut gagal tetapi dapat melemahkan Sriwijaya.
- Serangan berikutnya datang dari kerajaan Colamandele (India Selatan) yang terjadi
pada masa pemerintahan Sri Sangramawijayatunggawarman pada tahun 1023
dan diulang lagi tahun 1030 dan raja Sriwijaya ditawan.
- Tahun 1068 Raja Wirarajendra dariColamandele kembali menyerang Sriwijaya tetapi
Sriwijaya tidak runtuh bahkan pada abad 13 Sriwijaya diberitakan muncul kembali
dan cukup kuat sesuai dengan berita Cina.
- Keruntuhan Sriwijaya terjadi pada tahun 1477 ketika Majapahit mengirimkan
tentaranya untuk menaklukan Sumatra termasuk Sriwijaya.

KERAJAAN TARUMANEGARA

Bukti-bukti adanya kerajaan Tarumanegara diketahui melalui sumber-sumber yang berasal
dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa 7 buah prasasti batu
yang ditemukan lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang nama-nama prasasti tersebut, simak dengan baik
penjelasannya berikut ini.

a. Prasasti Ciarunteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat
muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan
bahasa Sansekerta yang terdiri dari 4 baris kalimat yang ditulis dalam bentuk puisi
India. Dan di samping itu juga terdapat lukisan laba-laba serta sepasang telapak kaki
Raja Mulawarman yang diibaratkan kaki dewa Wisnu.
Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai 2 arti yaitu:
1. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat
ditemukannya prasasti tersebut).
2. Di India, cap telapak kaki melambangkan kekuasaan sekaligus penghormatan sebagai
dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa
Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.
b. Prasasti Jambu atau prasasti Koleangkak, ditemukan di bukit Koleangkak di
perkebunan jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor, prasasti ini juga menggunakan
bahwa Sansekerta dan huruf Pallawa serta terdapat gambar telapak kaki yang isinya
memuji pemerintahan raja Mulawarman.
c. Prasasti Kebun Kopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang.
Yang menarik dari prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan
dengan tapak kaki gajah Airanata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu.
Dari tiga isi prasasti tersebut, tentunya Anda dapat membuat kesimpulan sendiri tentang
keberadaan kerajaan Tarumanegara. Untuk itu silahkan Anda isi tabel 2.2 berikut ini
dengan menggunakan lembar kertas atau buku tulis Anda.
d. Prasasti Muara Cianteun, ditemukan di Bogor, tertulis dalam aksara ikal yang belum
dapat dibaca.
e. Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Leuwiling, juga tertulis dalam aksara ikal
yang belum dapat dibaca.
f. Prasasti Cidanghiang atau prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi sungai
Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten. Prasasti ini baru
ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa
dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja
Purnawarman.
g. Prasasti Tugu di temukan di daerah Tugu, kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Prasasti
ini dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang melingkar dan isinya paling panjang
dibanding dengan prasasti Tarumanegara yang lain, sehingga ada beberapa hal yang
dapat diketahui dari prasasti tersebut.
1. Prasasti Tugu menyebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab
yaitu sungai Chandrabaga dan Gomati.
Dengan adanya keterangan dua buah sungai tersebut menimbulkan tafsiran dari para sarjana salah satunya menurut Poerbatjaraka. Sehingga secara Etimologi (ilmu yang mempelajari tentang istilah) sungai Chandrabaga diartikan sebagai kali Bekasi.
2. Prasasti Tugu juga menyebutkan anasir penanggalan walaupun tidak lengkap
dengan angka tahunnya yang disebutkan adalah bulan phalguna dan caitra yang
diduga sama dengan bulan Pebruari dan April.
3. Prasasti Tugu yang menyebutkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh
Brahmana disertai dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja.
Demikianlah prasasti-prasasti peninggalan Tarumanegara yang berasal dari dalam negeri.
Sumber dari Luar Negeri
Sedangkan sumber-sumber dari luar negeri yang berasal dari berita Cina antara lain:
1. Berita Fa-Hien, tahun 414 M dalam bukunya yang berjudul Fa-Kao-Chi menceritakan
bahwa di Ye-po-ti hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Budha, yang
banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan sebagian masih animisme.
2. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan
dari To- lo-mo yang terletak di sebelah selatan.
3. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang
utusaan dari To-lo-mo.
Dari tiga berita di atas para ahli menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis
penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.

Berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang kerajaan Tarumanegara.

Kehidupan Politik
Dalam kehidupan politik, kerajaan Tarumanegara diperkirakan muncul abad 5 M, hal ini
berdasarkan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa yang dipergunakan oleh prasastiprasasti
tersebut. Dan raja yang berkuasa adalah Purnawarman.
Wilayah kekuasaan Purnawarman meliputi hampir seluruh Jawa Barat dengan pusat
kekuasaannya di daerah Bogor.
Pada masa pemerintahan Purnawarman, Tarumanegara mencapai puncak kejayaannya
dan telah menjalin hubungan diplomatik dengan Cina.
Dengan adanya hubungan diplomatik tersebut, berarti juga terjalin hubungan perdagangan
dan pelayaran antara Tarumanegara dengan Cina. Dengan demikian dapat diketahui
kehidupan ekonomi Tarumanegara tersebut.

Kehidupan Ekonomi
Perekonomian Tarumanegara di samping utamakan bidang pertanian, pelayaran dan
perdagangan, juga perburuan dan perikanan mendapatkan perhatian. Hal ini dapat
dibuktikan melalui berita-berita tentang barang-barang perdagangan dari kerajaan
Tarumanegara. Barang-barang yang diperdagangkan antara lain: cula badak, gading
gajah dan kulit penyu. Barang tersebut diperoleh dari usaha perburuan dan perikanan.

Kehidupan Sosial
Dengan adanya kehidupan ekonomi yang kompleks tersebut, maka kehidupan sosial
masyarakatnya cukup baik, sehingga masing-masing golongan masyarakat yang ada
pada masa itu dapat saling bekerja sama dan tercipta jalinan kehidupan yang baik.

Kehidupan Budaya
Dalam kehidupan budaya dapatlah diperkirakan Tarumanegara sudah mengalami
kemajuan. Karena telah mengenal tulisan dan sudah menerima pengaruh asing serta
mengenal sistem kalender seperti yang tertera dalam prasasti Tugu.

KERAJAAN KUTAI

Kutai adalah salah satu kerajaan tertua di Indonesia, yang diperkirakan muncul pada abad 5
M atau 400 M, keberadaan kerajaan tersebut diketahui berdasarkan sumber berita yang
ditemukan yaitu berupa prasasti yang berbentuk Yupa/tiang batu berjumlah 7 buah.
Prasasti Yupa
Bahasa Huruf
Tempat penemuan prasasti Yupa tersebut adalah daerah Muarakaman tepi sungai Mahakam,
Kalimantan Timur, sehingga oleh para ahli kerajaan tersebut diberi nama Kutai, karena dalam
prasasti tidak dijelaskan nama kerajaan untuk itu diberi nama sesuai tempat penemuan
prasasti tersebut.
Dari isi yang tertera dalam prasasti Yupa yang menggunakan huruf Pallawa dan bahasa
sansekerta tersebut, dapat disimpulkan tentang keberadaan kerajaan Kutai dalam berbagai
aspek kebudayaan yaitu antara lain politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Kehidupan Politik
Dalam kehidupan politik dijelaskan bahwa raja terbesar Kutai adalah Mulawarman
sebagai raja yang mulai dan berhasil membawa kejayaan, raja Mulawarman adalah putra
Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga.

Dalam prasasti Yupa juga dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai dewa
Ansuman/dewa Matahari dan dipandang sebagai Wangsakerta atau pendiri keluarga
raja.
Hal ini berarti Aswawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang sebagai
pendiri Keluarga atau Dinasti dalam agama Hindu.
Untuk itu para ahli berpendapat nama Kudungga masih nama Indonesia asli dan masih
sebagai kepala suku, walaupun demikian Kudunggalah yang menurunkan raja-raja Kutai.

Kehidupan Sosial
Telah terjalin hubungan yang harmonis/erat antara Raja Mulawarman dengan kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalamprasasti Yupa, bahwa raja Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepadakaum Brahmana di dalam tanah yang suci bernama Waprakescuara.
Dengan adanya istilah Waprakescuara,
Waprakesmara adalah tempat suci untuk memuja dewa Syiwa,
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agama yang dianut Mulawarman adalah Hindu aliran Syiwa artinya dewa yang dipuja adalah Syiwa.

Kehidupan Ekonomi
Sedangkan dalam kehidupan ekonomi. Hal ini tidak dijelaskan secara pasti dalam prasasti,
tetapi para ahli sejarah berpendapat bahwa dengan adanya sedekah 20.000 ekor sapi
membuktikan perekonomian Kutai sudah kuat pada masa itu, yang didasarkan kepada
pertanian, peternakan dan perdagangan.
Mata pencaharian tersebut di atas dimungkinkan karena raja Mulawarman
menghadiahkan kepada kaum Brahmana 20.000 ekor sapi. Ini dapat dijadikan indikasi
bahwa populasi ternak cukup besar pada waktu itu. Ia juga menghadiahkan segunung
minyak kental dengan lampu, seperti yang tertulis dalam prasasti.

Kehidupan Budaya
Dalam kehidupan budaya. Ia dapat dikatakan kerajaan Kutai sudah maju, walaupun
penganut Hindu belum lama diterima. Hal ini dibuktikan melalui upacara penghinduan
(pemberkatan memeluk agama Hindu) atau disebut upacara Vratyastoma.
Upacara Vratyastoma dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman karena
Kudungga masih mempertahankan ciri-ciri keIndonesiaannya sedangkan yang memimpin
upacara tersebut, menurut para ahli dipastikan adalah para pendeta (Brahmana) dari
India. Tetapi pada masa Mulawarman kemungkinan sekali upacara penghinduan tersebut
dipimpin oleh pendeta/kaum Brahmana dari orang Indonesia asli.
Dengan adanya kaum Brahmana asli orang Indonesia membuktikan bahwa kemampuan
intelektualnya tinggi, terutama dalam hal penguasaan terhadap bahasa Sansekerta pada
dasarnya bukanlah bahasa rakyat India sehari-hari, melainkan lebih merupakan bahasa
resmi kaum Brahmana untuk masalah keagamaan.

Proses Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia

Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara dua
benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah
persimpangan lalu lintas perdagangan dunia.
Untuk lebih jelasnya, silahkan Anda amati gambar peta jaringan perdagangan laut Asia
Tenggara berikut ini:
Gambar 1.1.
Peta jalur perdagangan laut Asia Tenggara.
6
Pada abad 1 Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi
beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India
melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut.
Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan
India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya
budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.
Mengenai siapa yang membawa atau menyebarkan agama Hindu - Budha ke Indonesia,
tidak dapat diketahui secara pasti, walaupun demikian para ahli memberikan pendapat tentang
proses masuknya agama Hindu - Budha atau kebudayaan India ke Indonesia.
Untuk agama Budha diduga adanya misi penyiar agama Budha yang disebut dengan
Dharmaduta, dan diperkirakan abad 2 Masehi agama Budha masuk ke Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan adanya penemuan arca Budha yang terbuat dari perunggu diberbagai
daerah di Indonesia antara lain Sempaga (Sulsel), Jember (Jatim), Bukit Siguntang
(Sumsel).
Dilihat ciri-cirinya, arca tersebut berasal dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad
2 - 5 Masehi. Dan di samping itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara
(India Utara) di Kota Bangun, Kutai (Kaltim).
Dari penjelasan uraian materi tersebut, apakah Anda sudah memahami? Kalau Anda belum
paham, baca kembali uraian materi tersebut, dan kemudian lanjutkan menyimak uraian materi
selanjutnya!
Untuk penyiaran Agama Hindu ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat/hipotesa yaitu
antara lain:
1. Hipotesis Waisya, diutarakan oleh Dr.N.J.Krom, berpendapat bahwa agama Hindu
masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang datang untuk berdagang ke
Indonesia, bahkan diduga ada yang menetap karena menikah dengan orang Indonesia.
2. Hipotesis Ksatria, diutarakan oleh Prof.Dr.Ir.J.L.Moens berpendapat bahwa yang
membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit,
karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka prajurit yang
kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan
di Indonesia.
3. Hipotesis Brahmana, diutarakan oleh J.C.Vanleur berpendapat bahwa agama Hindu
masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana karena hanyalah kaum Brahmana
yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana
tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja
datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia.
Pada dasarnya ketiga teori tersebut memiliki kelemahan yaitu karena golongan ksatria dan
waisya tidak mengusai bahasa Sansekerta. Sedangkan bahasa Sansekerta adalah bahasa
sastra tertinggi yang dipakai dalam kitab suci Weda. Dan golongan Brahmana walaupun
menguasai bahasa Sansekerta tetapi menurut kepercayaan Hindu kolot tidak boleh
menyebrangi laut.
Dari kebenaran maupun kelemahan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa, masuknya
agama Hindu ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana yang tidak kolot atas undangan
raja dan orang Indonesia yang belajar ke India.
7
Dengan adanya penyebaran agama Hindu tersebut maka mendorong orang-orang Indonesia
untuk menambah ilmunya mempelajari agama Hindu di India sekaligus berziarah ke tempattempat
suci. Dan sekembalinya dari India tersebut, maka orang-orang tersebut dapat
menyebarkan agama Hindu dengan bahasa mereka sendiri, dengan demikian agama Hindu
lebih cepat dan mudah tersebar di Indonesia.
Wujud Akulturasi Kebudayaan Hindu-Budha dengan Kebudayaan Indonesia
Apakah Anda sebelumnya pernah mendengar atau mengetahui pengertian Akulturasi? Banyak para ahli yang memberikan definisi tentang akulturasi, antara lain menurut pendapat Harsoyo.
Akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akulturasi sama dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang berbeda melebur menjadi satu menghasilkan kebudayaan baru tetapi tidak menghilangkan kepribadian/sifat kebudayaan aslinya.
Dengan adanya penjelasan tentang pengertian akulturasi, apakah Anda sekarang sudah memahami istilah akulturasi? Jika Anda sudah paham, silakan Anda simak uraian materinya. Seperti telah dijelaskan pada materi sebelumnya, dengan adanya kontak dagang antara Indonesia dengan India, maka mengakibatkan adanya kontak budaya atau akulturasi yang menghasilkan bentuk-bentuk kebudayaan baru tetapi tidak melenyapkan kepribadian kebudayaan sendiri. Harus Anda pahami masuknya pengaruh Hindu dan Budha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah namun tetap didukung oleh proses perdagangan.
Hal ini berarti kebudayaan Hindu – Budha yang masuk ke Indonesia tidak diterima seperti apa adanya, tetapi diolah, ditelaah dan disesuaikan dengan budaya yang dimiliki penduduk Indonesia, sehingga budaya tersebut berpadu dengan kebudayaan asli Indonesia menjadi bentuk akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu – Budha.
Wujud akulturasi tersebut dapat Anda simak pada uraian materi unsur-unsur budaya berikut ini:
1. Bahasa
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa Sansekerta yang dapat Anda temukan sampai sekarang dimana bahasa Sansekerta memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia.
Untuk mengukur tingkat pemahaman Anda, silakan tulis 5 kata bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Sansekerta, selanjutnya Anda simak uraian materi selanjutnya.
Penggunaan bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis) peninggalan kerajaan Hindu – Budha pada abad 5 – 7 M, contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Tetapi untuk perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta di gantikan oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7 – 13 M. Untuk aksara, dapat dibuktikan adanya penggunaan huruf Pallawa, kemudian berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf (aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang) yang menggunakan huruf Jawa Kuno.
Demikianlah uraian tentang contoh wujud akulturasi dalam bidang bahasa, untuk selanjutnya simak uraian materi berikutnya.
2.Religi/Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme. Anda masih ingat pengertian Animisme dan Dinamisme? Bila Anda lupa, baca kembali modul ke-2 Anda!
Dengan masuknya agama Hindu – Budha ke Indonesia, masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai agama-agama tersebut. Agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain mengalami Sinkritisme. Tentu Anda bertanya apa yang dimaksud dengan Sinkritisme? Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu. Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu – Budha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut dapat Anda lihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.
Demikianlah penjelasan tentang contoh wujud akulturasi dalam bidang religi/kepercayaan. Selanjutnya simak uraian materi berikutnya.
3.Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat Anda lihat dalam organisasi politik yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India.
Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun temurun.
Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan dewa yang keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah di Singosari seperti Kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa dan R Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harhari (dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).
Pemerintahan Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi di kerajaan Majapahit, pada waktu pengangkatan Wikramawardana.Wujud akulturasi di samping terlihat dalam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem kasta.
Apakah Anda sebelumnya mengenal kasta? Kalau Anda pernah mengetahui tentang kasta, cobalah tuliskan empat kasta menurut kepercayaan agama Hindu, seperti yang Anda ketahui pada tabel 1.1 berikut ini.
Setelah Anda menuliskan kasta-kasta tersebut, untuk mengetahui kebenarannya, simaklah uraian materi berikut ini.
Sistem kasta menurut kepercayaan Hindu terdiri dari kasta Brahmana (golongan Pendeta), kasta Ksatria (golongan Prajurit, Bangsawan), kasta Waisya (golongan pedagang) dan kasta Sudra (golongan rakyat jelata).
Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India karena kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian, karena di Indonesia kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.
Demikianlah contoh wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan untuk selanjutnya kalau Anda sudah memahaminya, Anda dapat melanjutkan pada uraian materi wujud akulturasi berikutnya.
4.Sistem Pengetahuan
Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun saka, tahun dalam kepercayaan Hindu. Menurut perhitungan satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78 tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654, maka tahun masehinya 654 + 78 = 732 M
Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah memahami? kalau Anda sudah paham, silahkan Anda isi tabel 1.2 dengan tahun saka prasasti peninggalan Sriwijaya berikut ini
Tabel 1.2
No. Nama Prasastai Tahun Masehi Tahun Saka
1. Kedukan Bukit 683 M ……….
2. Ligor 775 M ……….

Untuk mengetahui kebenaran perhitungan Anda, nanti akan Anda temukan pada uraian materi kegiatan belajar 2 dalam modul ini.
Di samping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan Candrasangkala. Apakah Anda sebelumnya pernah mendengar istilah Candrasangkala? Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka. Candrasangkala banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, dan menggunakan kalimat bahasa Jawa salah satu contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4 dan bhumi = 1, maka kalimat tersebut diartikan dan belakang sama dengan tahun 1400 saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit .
Dari uraian di atas, apakah Anda sudah paham? Kalau sudah paham simak kembali wujud akulturasi berikutnya!
5.Peralatan Hidup dan Teknologi
Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan.
Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan. Bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah punden berundak-undak, yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi tersebut. Perkataan candi berasal dari kata Candika yang merupakan salah satu nama dewi Durga atau dewi maut, sehingga candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya raja-raja dan orang-orang terkemuka.
Di samping itu, dalam bahasa kawi candi berasal dari kata Cinandi artinya yang dikuburkan. Untuk itu yang dikuburkan didalam candi bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda yang menyangkut lambang jasmaniah raja yang disimpan dalam Pripih.
Dengan demikian fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang sudah meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja sedangkan fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa, contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan tempat pemujaan terhadap dewa Syiwa.

LAHIRNYA HINDU BUDHA

Agama Hindu
Agama Hindu adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India, merupakan hasil akulturasi antara kepercayaan bangsa Dravida dengan kepercayaan bangsa Arya. Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa. Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. sekitar 90%. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa kerajaan Majapahit. Setelahnya digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa. Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).
Hindu meliputi banyak aspek keagamaan, tradisi, tuntunan hidup, serta aliran/sekte. Umat Hindu meyakini akan kekuasaan Yang Maha Esa, yang disebut dengan Brahman dan memuja Brahma, Wisnu atau Siwa sebagai perwujudan Brahman dalam menjalankan fungsi sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur/perusak alam semesta.
Secara umum, pustaka suci Hindu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kitab Sruti dan kelompok kitab Smerti (Smritti).
• Sruti berarti "yang didengar" atau wahyu. Yang tergolong kitab Sruti adalah kitab-kitab yang ditulis berdasarkan wahyu Tuhan, seperti misalnya Weda, Upanishad, dan Bhagawadgita. Dalam perkembangannya, Weda dan Upanishad terbagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil, seperti misalnya Regweda dan Isopanishad. Kitab Weda berjumlah empat bagian sedangkan kitab Upanishad berjumlah sekitar 108 buah.
• Smerti berarti "yang diingat" atau tradisi. Yang tergolong kitab Smerti adalah kitab-kitab yang tidak memuat wahyu Tuhan, melainkan kitab yang ditulis berdasarkan pemikiran dan renungan manusia, seperti misalnya kitab tentang ilmu astronomi, ekonomi, politik, kepemimpinan, tata negara, hukum, sosiologi, dan sebagainya. Kitab-kitab smerti merupakan penjabaran moral yang terdapat dalam kitab Sruti.
Weda merupakan kitab suci yang menjadi sumber segala ajaran agama Hindu. Weda merupakan kitab suci tertua di dunia karena umurnya setua umur agama Hindu. Weda berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu dari kata vid yang berarti "tahu". Kata Weda berarti "pengetahuan". Para Maha Rsi yang menerima wahyu Weda jumlahnya sangat banyak, namun yang terkenal hanya tujuh saja yang disebut Saptaresi. Ketujuh Maha Rsi tersebut yakni:
1. Resi Gritsamada
2. Resi Wasista
3. Resi Atri
4. Resi Wiswamitra
5. Resi Wamadewa
6. Resi Bharadwaja
7. Resi Kanwa
Ayat-ayat yang diturunkan oleh Tuhan kepada para Maha Rsi tersebut tidak terjadi pada suatu zaman yang sama dan tidak diturunkan di wilayah yang sama. Resi yang menerima wahyu juga tidak hidup pada masa yang sama dan tidak berada di wilayah yang sama dengan resi lainnya, sehingga ribuan ayat-ayat tersebut tersebar di seluruh wilayah India dari zaman ke zaman, tidak pada suatu zaman saja. Agar ayat-ayat tersebut dapat dipelajari oleh generasi seterusnya, maka disusunlah ayat-ayat tersebut secara sistematis ke dalam sebuah buku. Usaha penyusunan ayat-ayat tersebut dilakukan oleh Bagawan Byasa atau Krishna Dwaipayana Wyasa dengan dibantu oleh empat muridnya, yaitu: Bagawan Pulaha, Bagawan Jaimini, Bagawan Wesampayana, dan Bagawan Sumantu.
Setelah penyusunan dilakukan, ayat-ayat tersebut dikumpulkan ke dalam sebuah kitab yang kemudian disebut Weda. Sesuai dengan isinya, Weda terbagi menjadi empat, yaitu:
1. Regweda Samhita
2. Yajurweda Samhita
3. Samaweda Samhita
4. Atharwaweda Samhita
Keempat kitab tersebut disebut "Caturweda Samhita".
Weda merupakan yang paling tua dan lengkap, yang diikuti dengan Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam mempelajari filsafat Hindu. Sastra lainnya yang menjadi landasan penting dalam ajaran Hindu adalah Tantra, Agama dan Purana serta kedua Itihasa (epos), yaitu Ramayana dan Mahabharata. Bhagawadgita adalah ajaran yang dimuat dalam Mahabharata, merupakan susastra yang dipelajari secara luas, yang sering disebut sebagai ringkasan dari Weda, disebut pula sebagai "Weda yang kelima".
Agama Hindu lahir di tengah masyarakat bangsa Arya di India, yang untuk menjaga kemurnian rasnya bangsa Arya menciptakan system kasta. Namun dalam perkembangannya system kasta digunakan untuk membedakan jenis-jenis pekerjaan.
Kasta dari bahasa Portugis yang berarti pembagian masyarakat.
Kasta yang sebenarnya merupakan perkumpulan tukang-tukang, atau orang-orang ahli dalam bidang tertentu, semestinya harus dibedakan dari warna atau Catur Warna (Hindu), karena memang pengertian di antara kedua istilah ini tidak sama.
1. Warna Brahmana, para pekerja di bidang spiritual ; sulinggih, pandita dan rohaniawan.
2. Warna Ksatria, para kepala dan anggota lembaga pemerintahan.
3. Warna Waisya, para pekerja di bidang ekonomi
4. Warna Sudra, para pekerja yang mempunyai tugas melayani/membantu ketiga warna di atas.
Sedangkan di luar sistem Catur Warna tersebut, ada pula istilah :
1. Kaum Paria, Golongan orang terbuang yang dianggap hina karena telah melakukan suatu kesalahan besar
2. Kaum Candala, Golongan orang yang berasal dari Perkawinan Antar Warna

Agama Buddha
Lahir di negara India, mulai dari abad ke-6 SM pencetusnya ialah Siddharta Gautama, seorang Pangeran dari kerajaan Kapilawastu. Agama Budha adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia, berkembang dengan unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia dan telah menjadi agama mayoritas di beberapa negara Asia seperti Thailand, Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan, dsb. Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada tahun 399 Masehi, dibawa oleh seorang bhiksu bernama Fa Hsien. Masyarakat Tiongkok mendapat pengaruhnya dari Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan nilai lokal.
Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Piṭaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Piṭaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Piṭaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi).