Sabtu, 16 Juli 2011

INDONESIA SETELAH PROKLAMASI

Kedatangan Sekutu yang diboncengi oleh NICA di Indonesia menimbulkan perlawanan-perlawanan di bebrapa daerah, antara lain:
a. pertempuran di Surabaya tanggal 10 November 1945 yang dipimpin oleh Soengkono, Koenkiyat, Kretarto, Marhadi, Kadim Prawirodihardjo, dan Bung Tomo
b. pertempuran di Ambarawa tanggal 20 November 1945 yang dipimpin oleh Mayor Sumarto, Imam Androgi, Kolonel Isdiman, dan Kolonel Soedirman
c. pertempuran Medan Area tanggal 13 Oktober 1945 yang dipimpin oleh Achmad Tahir
d. peristiwa Bandung Lautan Api tanggal 24 Maret 1946 yang dipimpin oleh Kolonel A.H Nasution

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan pula melalui diplomasi dengan perjanjian-perjanjian dengan pihak Belanda, antara lain sebagai berikut
a. Perjanjian Linggajati, daerah sebelah selatan Cirebon pada tanggal 10 November 1946. Indonesia diwakili Jendral Soedirman, dr. Soedarsono, dan Jendral Oerip Sumohardjo sedangkan pihak Belanda diwakili Prof. Schmerhorn
b. Perjanjian Renville dilaksanakan di atas Kapal USS Renville milik Amerika pada tanggal 17 Januari 1948. Wakil Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin sedangkan Belanda diwakili R. Abdulkadir Widjoyoatmodjo
c. Perundingan Roem-Royen dilaksanakan di Hotel Des Indes, Jakarta pada tanggal 17 Mei 1949. Indonesia diwakili Moh. Roem sedangkan Belanda diwakili Dr. J. H. van Royen
d. Konferensi Meja Bundar dilaksanakan di Den Haag, Belanda pada tanggal 24 Maret 1946. Indonesia dipimpin oleh Moh. Hatta sedangkan Belanda oleh Dr. Willem Drees

Dengan adanya persetujuan Konferensi Meja Bundar terbentuklah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri atas 16 negara bagian sebagai berikut:
a. Tujuh Negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Timur, dan Negara Sumatra Selatan.
b. Sembilan satuan kenegaraan yang tegak sendiri, yaitu Jawa Tengah, Belitung, Kalimantan Barat, Daerah Banjar, Kalimantan Timur, Bangka, Riau, Dayak Besar, dan Kalimantan Tenggara.

Republik Indonesia Serikat tidak berusia panjang. Rakyat Indonesia ternyata lebih menghendaki kembali ke bentuk Negara kesatuan. Peralihan ke bentuk Negara kesatuan itu secara resmi dilakukan 17 Agustus 1950

Sejak tanggal 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959, Indonesia berada dalam masa demokrasi liberal. Selama masa tersebut, pemerintah RI diwarnai dengan pergantian tujuh cabinet secara berturut-turut sebagai berikut:
a. Kabinet Natsir ( 6 September 1950-21 Maret 1951)
b. Kabinet Sukiman ( 27 April 1951-3 April 1952)
c. Kabinet Wilopo ( 3 April 1952-3 Juni 1953)
d. Kabinet Ali Sastroamidjojo I ( 31 Juli 1953-12 Agustus 1955)
e. Kabinet Burhanuddin Harahap ( 12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
f. Kabinet Ali Sastroamidjojo II ( 20 Maret 1956-4 Maret 1957)
g. Kabinet Juanda ( 9 April 1957-5 Juli 1959)

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, Indonesia memasuki masa demokrasi terpimpin. Isi dekrit tersebut adalah tentang pembubaran Konstituante, tidak belakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945, serta pembentukan MPRS dan DPAS.

DEMOKRASI TERPIMPIN

Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.

Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.

Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.

Gerakan 30 September

Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.

Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.

NASIONALISME PHILIPINA & TURKI

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.

Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.

Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini.

PPt Nasionalisme Philipina & Turki klik di sini

KERAJAAN ACEH

Aceh semula menjadi daerah taklukan Kerajaan Pedir. Namun, dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) dan makin surutnya pengaruh Kerajaan Samudera Pasai, maka para pedagang di Selat Malaka beralih ke Pelabuhan Aceh (Olele). Aceh segera berkembang dengan cepat dan akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan Pedir.


Kerajaan Aceh berkembang sebagai Kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai oleh Kerajaan Aceh tidak lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu. Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan melalui bandar-bandar perdagangan Kerajaan Aceh, mempengaruhi perkembangan kehidupan dalam segala bidang seperti aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan.

Berdasarkan Bustanu’ssalatin (1637 M) karangan Nuruddin Ar Raniri yang berisi silsilah sultan-sultan Aceh, dan berdasarkan berita orang Eropa bahwa Kerajaan Aceh telah berhasil membebaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir.
Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Aceh adalah :

1. Sultan Ali Mughayat Syah
Seorang raja pertama Kerajaan Aceh yang memerintah pada tahun 1514-1528 M. dibawah kekuasaannya, Ia melakukan perluasan wilayah di beberapa daerah di Sumatera Utara, seperti daerah Daya dan Pasai bahkan melakukan serangan terhadap bangsa Portugis di Malaka dan menyerang Kerajaan Aru.

2. Sultan Salahuddin
Setelah Sultan Ali wafat, pemerintahan beralih kepada putera yang bergelar Sultan Salahuddin. Ia memerintah pada 1528-1537 M. Selama menduduki tahta, Ia ternyata tidak memperdulikan pemerintahan kerajaannya. Akhirnya keadaan mulai goyah dan terjadi kemerosotan yang tajam. Oleh karena itu, tahta diberikan kepada saudaranya yang bernama Alauddin Riayat Syah al-Kahar

3. Alauddin Riayat Syah al-Kahar
Ia memerintah pada 1537-1568 M. setelah menduduki tahta, Ia melaksanakan berbagai bentuk perubahan dan perbaikan dalam segala bentuk pemerintahan Kerajaan Aceh. Ia melakukan perluasan wilayah kekuasaannya seperti melakukan serangan terhadap kerajaan Malaka (tetapi gagal). Daerah Kerajaan Aru berhasil diduduki. Setelah Ia mengalami masa suram. Pemberontakan dan perebutan kekuasaan sering terjadi.

4. Sultan Islandar Muda
Ia memerintah Aceh dari tahun 1607-1636. Di Bawah pemerintahannya kerajaan Aceh mengalami masa kejayaan dan tumbuh menjadi kerajaan besar. Bahkan menjadi Bandar transito yang dapat menghubungkan dengan pedagang islam di dunia Barat.
Untuk mencapai kebesaran kerajaan Aceh Sultan Iskandar Muda menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya .Tujuannya untuk menguasai perdagangan di jalur Malaka dan menguasai daerah penghasil lada. Di samping itu, kerajaan Aceh melakukan pendudukan terhadap Aru,Pahang,Kedah,Perlak,dan Indragiri, sehingga memiliki kekuasaan yang sangat luas. Pada masa kejayaannya terdapat dua orang ahli tasawuf yang terkenal, yaitu : Syech Syamsuddin bin Abdullah as-Samatrani dan Syech Ibrahim as Syamsyi.

5. Sultan Iskandar Thani
Sultan Iskandar Thani merupakan menantu Sultan Iskandar Muda yang memerintah pada 1636-1641 Masehi. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Tahni muncul seorang ulama besar bernama Nuruddin Ar-Raniri . Ia menulis buku sejarah aceh berjudul “Bustanus’salatin”

Dalam kejayaannya Kerajaan Aceh berkembang pesat karena daerahnya yang subur menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah-daerah pantai timur dan barat Sumatera menambah jumlah ekspor ladanya . Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya badan ekspor penting timah dan lada.Sementara itu Aceh berkuasa atas Selat Malaka yang merupakan jalan dagang internasional sehingga banyak bangsa asing yang berdagang dengan Aceh. Barang-barang yang diekspor Aceh seperti : beras,lada,timah(dari Perlak dan Pahang),emas,perak(dari Minangkabau),rempah-rempah dari Maluku. Kapal-kapal Aceh juga aktif dalam perdagangan dan pelayaran sampai Laut Merah.

Meningkatnya kemakmurn telah menyebutkan berkembangnya sistem feodalisme dan ajaran agama islam di Aceh. Kaum bangsawan yang memegang kekuasan dalam pemerintahan sipil disebut golongan Teuku, sedangkan kaum ulama yang memegang peranan penting dalam agama disebut golongan Teungku. Sayang kedua golongan masyarakat itu sering terjadi persaingan yang kemudian melemahkan Aceh. Sejak berkuasanya Kerajaan Perlak (abad ke 12-13 M) telah terjadi permusuhan antara aliran Syiah dengan Sunnah Waljama’ah. Tetapi pada masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda Syiah memperoleh perlindungan dan berkembang sampai di daerah – daerah kekuasaan Aceh. Aliran ini diajarkan oleh Hamzah Fansuri yang diteruskan oleh muridnya bernama Syamsuddin Afaid. Sesudah Iskandar Muda wafat aliran Sunnah Waljama’ah mengembangkan agama Islam beraliran Sunnah Waljama’ah, ia juga menuliskan buku sejarah Aceh yang berjudul Bustanussalatin (taman segala raja) yang menguraikan tentang adapt istiadat suku Aceh dan ajaran agama Islam. Hasil kesusastraan itu tidak ditulis dalam bahasa Aceh, tetapi dalam bahasa Melayu.

Kejayaan yang dialami oleh Kerajaan Aceh tersebut tidak banyak diketahui dalam bidang kebudayaan. Walaupun ada perkembangan dalam kebudayaan, tetapi tidak sepesat perkembangan dalam aktivitas perekonomian. Peninggalan kebudayaan yang terlihat nyata seperti bangunan Masjid Baiturahman yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda.

1. Setelah Iskandar Muda wafat tahun 1636, terjadi tidak ada raja – raja besar yang mampu mengendalikan daerah Aceh. Di bawah Sultan Iskandar Thani (1637-1641), sebagai pengganti Sultan Iskandar Muda kemunduran itu mulai terasa dan terlebih lagi setelah meninggalnya Sultan Iskandar Thani.
2. Timbulnya pertikaian yang terus menerus di Aceh antara golongan Teuku (bangsawan) dengan golongan Teungku (ulama) yang menyebabkan melemahnya Kerajaan Aceh. Antara golongan ulama sendiri pertikaian terjadi karena perbedaan aliran dalam agama (aliran Syiah dan Sunnah Waljama’ah).
3. Daerah – daerah kekuasaannya banyak yang melepaskan diri seperti Johor, Pahang, Perlak, Minangkabau, dan Siak. Negara – negara itu menjadikan daerahnya sebagai negara merdeka kembali, kadang – kadang dibantu oleh bangsa asing yang menginginkan keuntungan perdagangan yang lebih besar.
4. Kekalahan Aceh melawan Portugis di Malaka dalam perang tahun 1629 membawa korban jiwa dan harta benda serta kapal – kapal yang cukup besar.

Kerajaan Aceh yang berkuasa selama ±4 abad, akhirnya runtuh karena dikuasai oleh Belanda pada awal abad ke 20.
Ppt klik di sini

PERGERAKAN BUDI UTOMO

Budi Utomo adalah organisasi pemuda yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa dr. Wahidin Sudirohusodo, diketuai oleh oleh Sutomo.
Budi Utomo lahir dari pertemuan-pertemuan dan diskusi yang sering dilakukan di perpustakaan School tot Opleiding van Inlandsche Artsen oleh beberapa mahasiswa, antara lain Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembrek, Saleh, dan Soeleman. Mereka memikirkan nasib bangsa yang sangat buruk dan selalu dianggap bodoh dan tidak bermartabat oleh bangsa lain (Belanda), serta bagaimana cara memperbaiki keadaan yang amat buruk dan tidak adil itu. Para pejabat pangreh praja (sekarang pamong praja) kebanyakan hanya memikirkan kepentingan sendiri dan jabatan. Dalam praktik mereka pun tampak menindas rakyat dan bangsa sendiri, misalnya dengan menarik pajak sebanyak-banyaknya untuk menyenangkan hati atasan dan para penguasa Belanda.
Para pemuda mahasiswa itu juga menyadari bahwa orang-orang lain mendirikan perkumpulan hanya untuk golongan sendiri dan tidak mau mengajak, bahkan tidak menerima, orang Jawa sesama penduduk Pulau Jawa untuk menjadi anggota perkumpulan yang eksklusif, seperti Tiong Hoa Hwee Koan untuk orang Tionghoa dan Indische Bond untuk orang Indo-Belanda. Pemerintah Hindia Belanda jelas juga tidak bisa diharapkan mau menolong dan memperbaiki nasib rakyat kecil kaum pribumi, bahkan sebaliknya, merekalah yang selama ini menyengsarakan kaum pribumi dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang sangat merugikan rakyat kecil.
Para pemuda itu akhirnya berkesimpulan bahwa merekalah yang harus mengambil prakarsa menolong rakyatnya sendiri.
Pada awalnya, para pemuda itu berjuang untuk penduduk yang tinggal di Pulau Jawa dan Madura, yang untuk mudahnya disebut saja suku bangsa Jawa. Mereka mengakui bahwa mereka belum mengetahui nasib, aspirasi, dan keinginan suku-suku bangsa lain di luar Pulau Jawa, terutama Sumatera, Manado, dan Ambon. Apa yang diketahui adalah bahwa Belanda menguasai suatu wilayah yang disebut Hindia (Timur) Belanda (Nederlandsch Oost-Indie), tetapi sejarah penjajahan dan nasib suku-suku bangsa yang ada di wilayah itu bermacam-macam, begitu pula kebudayaannya. Dengan demikian, sekali lagi pada awalnya Budi Utomo memang memusatkan perhatiannya pada penduduk yang mendiami Pulau Jawa dan Madura saja karena, menurut anggapan para pemuda itu, penduduk Pulau Jawa dan Madura terikat oleh kebudayaan yang sama.
Sekalipun para pemuda itu merasa tidak tahu banyak tentang nasib, keadaan, sejarah, dan aspirasi suku-suku bangsa di luar Pulau Jawa dan Madura, mereka tahu bahwa saat itu orang Manado mendapat gaji lebih banyak dan diperlakukan lebih baik daripada orang Jawa. Padahal, dari sisi pendidikan, keduanya berjenjang sama. Itulah sebabnya pemuda Soetomo dan kawan-kawan tidak mengajak pemuda-pemuda di luar Jawa untuk bekerja sama, hanya karena khawatir untuk ditolak.
Budi Utomo
Pada hari Minggu, 20 Mei 1908, pada pukul sembilan pagi, bertempat di salah satu ruang belajar STOVIA, Soetomo menjelaskan gagasannya. Dia menyatakan bahwa hari depan bangsa dan Tanah Air ada di tangan mereka. Maka lahirlah Boedi Oetomo. Namun, para pemuda juga menyadari bahwa tugas mereka sebagai mahasiswa kedokteran masih banyak, di samping harus berorganisasi. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa "kaum tua"-lah yang harus memimpin Budi Utomo, sedangkan para pemuda sendiri akan menjadi motor yang akan menggerakkan organisasi itu.
Sepuluh tahun pertama Budi Utomo mengalami beberapa kali pergantian pemimpin organisasi. Kebanyakan memang para pemimpin berasal kalangan "priyayi" atau para bangsawan dari kalangan keraton, seperti Raden Adipati Tirtokoesoemo, bekas Bupati Karanganyar (presiden pertama Budi Utomo), dan Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman.
Perkembangan
Budi Utomo mengalami fase perkembangan penting saat kepemimpinan Pangeran Noto Dirodjo. Saat itu, Douwes Dekker, seorang Indo-Belanda yang sangat properjuangan bangsa Indonesia, dengan terus terang mewujudkan kata "politik" ke dalam tindakan yang nyata. Berkat pengaruhnyalah pengertian mengenai "tanah air Indonesia" makin lama makin bisa diterima dan masuk ke dalam pemahaman orang Jawa. Maka muncullah Indische Partij yang sudah lama dipersiapkan oleh Douwes Dekker melalui aksi persnya. Perkumpulan ini bersifat politik dan terbuka bagi semua orang Indonesia tanpa terkecuali. Baginya "tanah air" (Indonesia) adalah di atas segala-galanya.
Pada masa itu pula muncul Sarekat Islam, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai suatu perhimpunan bagi para pedagang besar maupun kecil di Solo dengan nama Sarekat Dagang Islam, untuk saling memberi bantuan dan dukungan. Tidak berapa lama, nama itu diubah oleh, antara lain, Tjokroaminoto, menjadi Sarekat Islam, yang bertujuan untuk mempersatukan semua orang Indonesia yang hidupnya tertindas oleh penjajahan. Sudah pasti keberadaan perkumpulan ini ditakuti orang Belanda. Munculnya gerakan yang bersifat politik semacam itu rupanya yang menyebabkan Budi Utomo agak terdesak ke belakang. Kepemimpinan perjuangan orang Indonesia diambil alih oleh Sarekat Islam dan Indische Partij karena dalam arena politik Budi Utomo memang belum berpengalaman.
Karena gerakan politik perkumpulan-perkumpulan tersebut, makna nasionalisme makin dimengerti oleh kalangan luas. Ada beberapa kasus yang memperkuat makna tersebut. Ketika Pemerintah Hindia Belanda hendak merayakan ulang tahun kemerdekaan negerinya, dengan menggunakan uang orang Indonesia sebagai bantuan kepada pemerintah yang dipungut melalui penjabat pangreh praja pribumi, misalnya, rakyat menjadi sangat marah.
Kemarahan itu mendorong Soewardi Suryaningrat (yang kemudian bernama Ki Hadjar Dewantara) untuk menulis sebuah artikel "Als ik Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang dimaksudkan sebagai suatu sindiran yang sangat pedas terhadap pihak Belanda. Tulisan itu pula yang menjebloskan dirinya bersama dua teman dan pembelanya, yaitu Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ke penjara oleh Pemerintah Hindia Belanda (lihat: Boemi Poetera). Namun, sejak itu Budi Utomo tampil sebagai motor politik di dalam pergerakan orang-orang pribumi.
Agak berbeda dengan Goenawan Mangoenkoesoemo yang lebih mengutamakan kebudayaan dari pendidikan, Soewardi menyatakan bahwa Budi Utomo adalah manifestasi dari perjuangan nasionalisme. Menurut Soewardi, orang-orang Indonesia mengajarkan kepada bangsanya bahwa "nasionalisme Indonesia" tidaklah bersifat kultural, tetapi murni bersifat politik. Dengan demikian, nasionalisme terdapat pada orang Sumatera maupun Jawa, Makassar maupun Ambon.
Pendapat tersebut bertentangan dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Budi Utomo hanya mengenal nasionalisme Jawa sebagai alat untuk mempersatukan orang Jawa dengan menolak suku bangsa lain. Demikian pula Sarekat Islam juga tidak mengenal pengertian nasionalisme, tetapi hanya mempersyaratkan agama Islam agar seseorang bisa menjadi anggota.
Namun, Soewardi tetap mengatakan bahwa pada hakikatnya akan segera tampak bahwa dalam perhimpunan Budi Utomo maupun Sarekat Islam, nasionalisme "Indonesia" ada dan merupakan unsur yang paling penting.
Peringatan 100 tahun IDI berkaitan dengan berdirinya BU, bisa klik di sini

YUNANI KUNO

Peradaban Yunani Kuno merupakan salah satu dari peradaban dunia yang sangat tinggi nilainya, bisa lihat di sini.

MESIR KUNO

Mesir Kuno adalah suatu peradaban kuno di bagian timur laut Afrika. Peradaban ini terpusat di sepanjang hilir sungai Nil. Peradaban ini dimulai dengan unifikasi Mesir Hulu dan Hilir sekitar 3150 SM,[1] dan selanjutnya berkembang selama kurang lebih tiga milenium. Sejarahnya mengalir melalui periode kerajaan-kerajaan yang stabil, masing-masing diantarai oleh periode ketidakstabilan yang dikenal sebagai Periode Menengah. Mesir Kuno mencapai puncak kejayaannya pada masa Kerajaan Baru. Selanjutnya, peradaban ini mulai mengalami kemunduran. Mesir ditaklukan oleh kekuatan-kekuatan asing pada periode akhir. Kekuasaan firaun secara resmi dianggap berakhir pada sekitar 31 SM, ketika Kekaisaran Romawi menaklukkan dan menjadikan wilayah Mesir Ptolemeus sebagai bagian dari provinsi Romawi.[2] Meskipun ini bukanlah pendudukan asing pertama terhadap Mesir, periode kekuasaan Romawi menimbulkan suatu perubahan politik dan agama secara bertahap di lembah sungai Nil, yang secara efektif menandai berakhirnya perkembangan peradaban merdeka Mesir.

Peradaban Mesir Kuno didasari atas pengendalian keseimbangan yang baik antara sumber daya alam dan manusia, ditandai terutama oleh:

* irigasi teratur terhadap Lembah Nil;
* pendayagunaan mineral dari lembah dan wilayah gurun di sekitarnya;
* perkembangan sistem tulisan dan sastra;
* organisasi proyek kolektif;
* perdagangan dengan wilayah Afrika Timur dan Tengah serta Mediterania Timur; serta
* kegiatan militer yang menunjukkan kekuasaan terhadap kebudayaan negara/suku bangsa tetangga pada beberapa periode berbeda.

Pengelolaan kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh penguasa sosial, politik, dan ekonomi, yang berada di bawah pengawasan sosok Firaun.[3][4]

Pencapaian-pencapaian peradaban Mesir Kuno antara lain: teknik pembangunan monumen seperti piramida, kuil, dan obelisk; pengetahuan matematika; teknik pengobatan; sistem irigasi dan agrikultur; kapal pertama yang pernah diketahui;[5] teknologi tembikar glasir bening dan kaca; seni dan arsitektur yang baru; sastra Mesir Kuno; dan traktat perdamaian pertama yang pernah diketahui.[6] Mesir telah meninggalkan warisan yang abadi. Seni dan arsitekturnya banyak ditiru, dan barang-barang antik buatan peradaban ini dibawa hingga ke ujung dunia. Reruntuhan-reruntuhan monumentalnya menjadi inspirasi bagi pengelana dan penulis selama berabad-abad.
ppt di sini

KERAJAAN MATARAM HINDU

Kerajaan Mataram Kuno (abad ke-8) adalah kerajaan Hindu di Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur). Berdasarkan catatan yang terdapat pada prasasti yang ditemukan, Kerajaan Mataram Kuno bermula sejak pemerintahan Raja Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya pada tahun 732M.
Prasasti Canggal, Komplek andi Gedong Songo dan Komplek Candi Dieng di Wonosobo Jawa Tengah merupakan peninggalan pada masa Kerajaan Mataram Kuno.

Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berdiri sejak awal abad ke-8. Pada awal berdirinya, kerjaan ini berpusat di Jawa Tengah. Akan tetapi, pada abad ke-10 pusat Kerajaan Mataram Kuno pindah ke Jawa Timur. Kerajaan Mataram Kuno mempunyai dua latar belakang keagamaan yang berbedaa, yakni agama Hindu dan Buddha.

Peninggalan bangunan suci dari keduanya antara lain ialah Candi Gedong Songo, kompleks Candi Dieng, dan kompleks Candi Prambanan yang berlatar belakang Hindu. Adapun yang berlatar belakang agama Buddha antara lain ialah Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu, dan Candi Plaosan.Klik di sini

Kerajaan Mataram di Jawa Tengah

Kerajaan Mataram Kuno yang berpusat di Jawa Tengah terdiri dari dua wangsa (keluarga), yaitu wangsa Sanjaya dan wangsa Syailendra. Pendiri wangsa Sanjaya adalah Raja Sanjaya. Ia menggantikan raja sebelumnya, yakni Raja Sanna. Konon, Raja Sanjaya telah menyelamatkan Kerajaan Mataram Kuno dari kehancuran setelah Raja Sanna wafat.

Setelah Raja Sanjaya wafat, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno dipegang oleh Dapunta Sailendra, pendiri wangsa Sailendra. Para raja keturunan wangsa Sanjaya seperti Sri Maharaja Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai Warak, dan Sri Maharaja Rakai Garung merupakan raja bawahan dari wangsa Syailendra. Oleh karena adanya perlawanan yang dilakukan oleh keturunan Raja Sanjaya, Samaratungga (raja wangsa Syailendra) menyerahkan anak perempuannya, Pramodawarddhani, untuk dikawinkan dengan anak Rakai Patapan, yaitu Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya).


Rakai Pikatan kemudian menduduki takhta Kerajaan Mataram Kuno. Melihat keadaan ini, adik Pramodawarddhani, yaitu Balaputeradewa, mengadakan perlawanan namun kalah dalam peperangan. Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke P. SUmatra dan menjadi raja Sriwijaya.

Pada masa Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu berkuasa, terjadi perebutan kekuasaan di antara para pangeran Kerajaan Mataram Kuno. Raja yang berkuasa berikutnya adalah Raja Daksa, Raja Tulodhong, dan kemudian Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa. Diduga kehancuran kerajaan ini akibat bencana alam karena letusan G. Merapi di Magelang, Jawa Tengah.

Kerajaan Mataram di Jawa Timur

Setelah terjadinya bencana alam yang dianggap sebagai peristiwa pralaya, maka sesuai dengan landasan kosmologis harus dibangun kerajaan baru dengan wangsa yang baru pula. Pada abad ke-10, cucu Sri Maharaja Daksa, Mpu Sindok, membangun kembali kerajaan ini di Watugaluh (wilayah antara G. Semeru dan G. Wilis), Jawa Timur. Mpu Sindok naik takhta kerajaan pada 929 dan berkuasa hingga 948. Kerajaan yang didirikan Mpu SIndok ini tetap bernama Mataram. Dengan demikian Mpu Sindok dianggap sebagai cikal bakal wangsa baru, yaitu wangsa Isana. Perpindahan kerajaan ke Jawa Timur tidak disertai dengan penaklukan karena sejak masa Dyah Balitung, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno telah meluas hingga ke Jawa Timur. Setelah masa pemerintahan Mpu Sindok terdapat masa gelap sampai masa pemerintahan Dharmawangsa Airlangga (1020). Sampai pada masa ini Kerajaan Mataram Kuno masih menjadi saatu kerajaan yang utuh. Akan tetapi, untuk menghindari perang saudara, Airlangga membagi kerajaan menjadi dua, yaitu Kerajaan Pangjalu dan Janggala.
candi-candi di Jawa Timur klik di sini

ORDE BARU

Secara resmi presiden Soekarno mengakhiri kekuasaan dan menyerahkan kepada Letjen Soeharto pada tanggal 20 Februari 1967 yang dikukuhkan dalam Sidang Istimewa MPRS dengan ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967. sehingga secara resmi Indonesia memasuki masa pemerintahan Orde Baru.

Soekarno-Soeharo
Hakikat Orde Baru
Tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diletakkan pada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Landasan Orde Baru :
1. Landasan Ideal : Pancasila
2. Landasan Konstitusional : UUD 1945
3. Landasan Operasional : TAP MPRS/MPR
Beberapa ketetapan MPRS pada masa Orde Baru :
• TAP MPRS No. IV/MPRS/1966 dan TAP MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang pengukuhan tindakan pengemban Supersemar yang membubarkan PKI beserta organisasi massanya.
• TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pelarangan faham dan ajaran Komunisme/Marxieme-Leninisme di Indonesia
• TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan Pancasila dan tertib hukum
Pembangunan nasional selalu berpatokan pada Trilogi Pembangunan yaitu :
v Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
v Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
v Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Yang diterapkan dalam Delapan Jalur Pemerataan yaitu :
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, terutama sandang, pangan dan perumahan
2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
3. Pemerataan pembagian pendapatan
4. Pemerataan kesempatan kerja
5. Pemerataan kesempatan berusaha
6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususunya bagi generasi muda dan kaum wanita
7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
klik di sini