Kamis, 25 November 2010

Zionisme

Zionisme Israel

Roger Geraudy dalam The Case of Israel-nya menyatakan bahwa jika berbicara mengenai Yahudi, hal itu terkait dengan: (1) Yahudi sebagai agama; (2) Yahudi sebagai sebuah bagsa; (3) Yahudi sebagai keturunan; (4) Yahudi sebagai sebuah gerakan politik (baca: Zionisme).
Sebagai sebuah agama, bangsa, sekaligus keturunan, Yahudi telah eksis sejak berabad-abad yang lalu; bahkan sejak zaman Nabi Musa. Yahudi sebagai gerakan politik (zionisme) adalah fenomena baru yang lahir pada masa imperialisme dan kolonialisme Barat. Dengan kata lain, Zionisme adalah pemikiran baru, bukan bagian dari historisitas Yahudi Internasional, tetapi dari pemikiran Barat, khususnya Eropa. Pakar politik dan pemikir Kristen justru mengenal paham Zionisme sebelum paham itu terlintas di benak orang Yahudi. Paham itu bermula dari pengusiran-pengusiran orang-orang Yahudi. Tidak tahan dengan perlakukan seperti itu, kaum Yahudi kemudian melakukan eksodus besar-besaran ke Eropa. Kejadian ini telah membuat orang-orang Eropa merasa risih terhadap keberadaan mereka. Akhirnya, orang-orang Eropa berkeinginan memindahkan mereka dari daratan Eropa. Hal ini telah mendorong mereka untuk mencari tempat berlindung. Inilah alasan yang menyebabkan negara-negara Eropa, terutama Inggris, membentuk gerakan-gerakan Yahudi bukan untuk kebaikan Yahudi, bukan pula sebagai wujud belas kasihan kepada Yahudi, tetapi sebagai jembatan untuk mempertahankan kepentingan Eropa di wilayahnya.
Zionisme adalah gerakan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi untuk mendirikan negara khusus bagi komunitas Yahudi (di Palestina). Negara ini merupakan institusi yang mengumpulkan kembali orang-orang Yahudi yang sudah bertebaran di seluruh dunia (diaspora).
Secara politis, tahun 1882 adalah titik-tolak keinginan tokoh-tokoh Yahudi untuk mewujudkan negara Zionis Israel. Theodore Hertzl merupakan tokoh kunci yang mencetuskan ide pembentukan negara tersebut. Ia menyusun doktrin Zionismenya dalam bukunya berjudul der Judenstaad’ (The Jewish State). Sejak tahun 1882, Zionisme merupakan sebuah gerakan politik yang secara sistematis berusaha mewujudkan negara Yahudi. Secara nyata, gerakan ini didukung oleh tokoh-tokoh Yahudi yang hadir dalam kongres pertama Yahudi Internasional di Basel (Swiss) tahun 1895. Kongres tersebut dihadiri oleh sekitar 300 orang, mewakili 50 organisasi zionis yang terpencar di seluruh dunia. Mereka lalu mendirikan basis kekuatannya di Wina (Austria) tahun 1896.
Hubungan Zionisme dengan Imperialisme
Lalu, bagaimana hubungan antara Kapitalisme dan Sosialisme-yang sama-sama menggunakan imperialisme sebagai instrumennya-dengan Yahudi sebagai sebuah agama dan Yahudi sebagai sebuah gerakan politik (Zionisme)?
Sebagai sebuah agama yang hanya bersifat ritual dan spiritual, Yahudi tidak bisa berdiri sendiri. Agama Yahudi membutuhkan sebuah ideologi politik. Oleh karena itu, para penganut agama Yahudi ada yang bergabung dengan ideologi Kapitalisme dan ada pula yang bergabung dengan Sosialisme.
Namun demikian, sebagai sebuah gerakan politik (Zionisme), Yahudi lebih memanfaatkan Kapitalisme-yang memang lebih dominan sekaligus lebih berjaya dengan imperialismenya-sebagai kendaraan politiknya. Oleh karena itu, Zionisme berhasil menuai berbagai keuntungan politis berkat dukungan imperialisme Barat sejak dimulainya imperialisme tersebut hingga saat ini.
Dibandingkan dengan imperialisme Barat-meskipun secara tidak langsung dicetuskan oleh orang-orang Yahudi karena merekalah yang menggagas ideologi Kapitalisme-Zionisme jelas kalah pamor. Kepentingan imperialisme sendiri muncul lebih awal ketimbang kemunculan gerakan bersatunya Yahudi sebagai kekuatan politik yang sangat berpengaruh di Barat. Historisitas gerakan Zionisme bukan bagian dari historisitas Yahudi internasional dan tidak pernah dikenal oleh orang-orang Yahudi Yaman, India, atau Irak; tetapi hanya dikenal oleh orang-orang Yahudi di Dunia Barat. Gerakan ini juga tidak pernah dikenal pada abad pertengahan, melainkan baru dikenal pada abad ke-19, yakni bersamaan dengan meletusnya peperangan melawan imperialisme Barat di berbagai wilayah.
Karena kesadaran pengikut zionis akan pentingnya bersandar kepada pihak luar, maka mereka bergabung dengan sentral kekuatan imperialisme yang mampu untuk menjamin perlindungan dan keamanan terhadap mereka. Untuk itu, Yahudi memindahkan kegiatan dan markas mereka ke Amerika, agar terus mendapat jaminan perlindungan dan keamanan Amerika.
Simbiosis Barat imperialis dengan kaum Zionis Yahudi menemukan bentuk idealnya ketika mereka bersama-sama menghadapi kekuatan kaum Muslim yang saat itu berada di bawah naungan Daulah Islamiyah Utsmaniyah. Orang-orang Yahudi ?rela’ mengubur permusuhannya dengan orang-orang Barat Kristen. Padahal, mereka belum pupus ingatannya terhadap peristiwa yang menimpa warga Yahudi Eropa, tatkala Raja Spanyol yang beragama Katolik bertanggung jawab terhadap pembantaian dan pemusnahan kaum Yahudi dari daratan Eropa, tidak lama setelah jatuhnya benteng Islam terakhir di wilayah Andalusia-sekarang menjadi daerah Portugal dan Spanyol-tahun 1492.
Zionisme Israel dan Imperialisme AS
Sejak tampil sebagai pemenang dalam Perang Dunia II dan juga Perang Dingin hingga saat ini, pijakan kebijakan politik luar negeri AS-sebagai pengusung utama ideologi kapitalisme-sebetulnya tidak pernah berubah, yakni imperialisme (penjajahan). Yang berubah adalah cara dan sarananya saja. Jika di masa lalu imperialisme lebih menonjolkan kekuatan fisik (militer), maka saat ini instrumen yang digunakan adalah politik dan ekonomi. Pada era imperialisme non-fisik inilah hubungan Zionisme dengan sentra kekuatan imperialisme Barat ini, terutama AS, jutru semakin erat dan bahkan semakin ?mesra’. Hal itu dapat dilihat dari berbagai kebijakan politik luar negeri (baca: imperialisme) Amerika, khususnya di Timur Tengah, yang selalu menguntungkan kaum Zionis. Keduanya bahkan sama-sama terlibat secara intens di dalam menebarkan teror di Dunia Islam.
Hal ini sebetulnya mudah dipahami ketika kita mengetahui siapa sesungguhnya yang menentukan kebijakan politik luar negeri Amerika. Menurut beberapa sumber bahwa politik luar negeri AS banyak dipengaruhi Kongres dan lobi Yahudi; di samping agen intelijen dan media massa.
Kongres dan lobi Yahudi yang dikenal dengan AIPAC (American-Israel Public Affairs Committee) memainkan peranan vital dalam politik LN Amerika sejak tahun 1960-an walaupun implikasinya tidak kentara (invisible) di lapangan, tetapi mereka yang bertanggung jawab dalam hal tersebut sangat merasakan sepak terjangnya yang kuat. Kongres memainkan peran substansial dalam membentuk kebijakan LN Amerika, terutama untuk kawasan Timur Tengah, antara lain dengan melindungi keamanan entitas Zionis, eksistensi, dan superioritasnya di berbagai aspek karena entitas ini diproyeksikan sebagai agen Barat kawasan ini. Konsekuensinya, Kongres konsisten membuat segala upaya untuk mengalokasikan porsi bantuan LN yang signifikan buat Israel pada saat konflik Israel vis-a-vis Arab terus bereskalasi.
Di saat PBB mengeluarkan resolusi yang sangat lunak tentang kebiadaban Israel baru-baru ini, Kongres AS berbuat sebaliknya. Mereka melakukan voting untuk mengecam Palestina. Hasilnya 365 suara? mendukung dan hanya 30 suara menentang. Inilah gambaran demikian kuatnya pengaruh Yahudi di Amerika Serikat.
Kenapa Yahudi demikian kuat di AS padahal jumlah mereka sedikit. Edward Tivnan dalam bukunya The Lobby, Jewish Political? Power and American Foreign Policy meneliti tentang sejauh mana kekuatan masyarakat Yahudi di AS. Dalam buku itu disebutkan beberapa sumber kekuatan Yahudi dalam politik AS, antara lain:
Pertama, senjata politik. Lewat ini kelompok Yahudi akan dapat mencap atau memberi label anti Israel, Pro Arab, atau anti semit kepada mereka yang mengeritik Israel.
Kedua, suara (vote) masyarakat Yahudi. Meskipun Amerika memiliki tradisi demokrasi yang kental, namun sesungguhnya hanya sedikit penduduk AS yang memberikan suaranya, bahkan hampir setengah dari pemilih tidak memberikan suara. Sebaliknya enam juta Yahudi yang hanya 3 % dari seluruh penduduk? bisa secara maksimal memberikan 90 % suara mereka.
Ketiga, kemampuan orang-orang Yahudi untuk memberikan uang dalam kampanye-kampanye politik. Kekuatan uang-yang menonjol-dalam pemilihan di Amerika Serikat hampir seusia dengan negara ini. Yahudi pertama yang memberikan dana politik nasional adalah seorang bankir Yahudi bernama Abraham Feinberg. Dia merupakan penyokong dana pemilihan Hary Truman dan John? F. Kennedy. Yahudi Amerika Serikat sangat ?dermawan’ terhadap calon yang mereka percaya akan mendukung kepentingan mereka.
Di samping itu, setiap orang mengakui bahwa media massa merupakan elemen tak terpisahkan dari proses politik Amerika yang secara tidak langsung memberikan kontribusi pada politik LN-nya. Liputan media selalu saja memberikan impresi negative dan pandangan miring terhadap orang Arab dan komunitas Islam. Pada sisi lain, media Amerika secara konsisten mempresentasikan Israel dalam a positive light, kendati kebrutalan dan kebiadaban terus dilakukannya. Tidak dipungkiri memang bahwa media Amerika telah didominasi oleh Yahudi yang berhasil menampilkan sosok rakyat Arab dan umat Islam seperti monster yang menteror dan mendestabilkan dunia.
Dari 1.700 koran terbitan AS, 3 % adalah milik Yahudi. Jumlah ini mencakup surat kabar yang terkemuka terutama dalam masalah internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar