Sabtu, 16 Juli 2011

INDONESIA SETELAH PROKLAMASI

Kedatangan Sekutu yang diboncengi oleh NICA di Indonesia menimbulkan perlawanan-perlawanan di bebrapa daerah, antara lain:
a. pertempuran di Surabaya tanggal 10 November 1945 yang dipimpin oleh Soengkono, Koenkiyat, Kretarto, Marhadi, Kadim Prawirodihardjo, dan Bung Tomo
b. pertempuran di Ambarawa tanggal 20 November 1945 yang dipimpin oleh Mayor Sumarto, Imam Androgi, Kolonel Isdiman, dan Kolonel Soedirman
c. pertempuran Medan Area tanggal 13 Oktober 1945 yang dipimpin oleh Achmad Tahir
d. peristiwa Bandung Lautan Api tanggal 24 Maret 1946 yang dipimpin oleh Kolonel A.H Nasution

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dilakukan pula melalui diplomasi dengan perjanjian-perjanjian dengan pihak Belanda, antara lain sebagai berikut
a. Perjanjian Linggajati, daerah sebelah selatan Cirebon pada tanggal 10 November 1946. Indonesia diwakili Jendral Soedirman, dr. Soedarsono, dan Jendral Oerip Sumohardjo sedangkan pihak Belanda diwakili Prof. Schmerhorn
b. Perjanjian Renville dilaksanakan di atas Kapal USS Renville milik Amerika pada tanggal 17 Januari 1948. Wakil Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin sedangkan Belanda diwakili R. Abdulkadir Widjoyoatmodjo
c. Perundingan Roem-Royen dilaksanakan di Hotel Des Indes, Jakarta pada tanggal 17 Mei 1949. Indonesia diwakili Moh. Roem sedangkan Belanda diwakili Dr. J. H. van Royen
d. Konferensi Meja Bundar dilaksanakan di Den Haag, Belanda pada tanggal 24 Maret 1946. Indonesia dipimpin oleh Moh. Hatta sedangkan Belanda oleh Dr. Willem Drees

Dengan adanya persetujuan Konferensi Meja Bundar terbentuklah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri atas 16 negara bagian sebagai berikut:
a. Tujuh Negara bagian, yaitu Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Timur, dan Negara Sumatra Selatan.
b. Sembilan satuan kenegaraan yang tegak sendiri, yaitu Jawa Tengah, Belitung, Kalimantan Barat, Daerah Banjar, Kalimantan Timur, Bangka, Riau, Dayak Besar, dan Kalimantan Tenggara.

Republik Indonesia Serikat tidak berusia panjang. Rakyat Indonesia ternyata lebih menghendaki kembali ke bentuk Negara kesatuan. Peralihan ke bentuk Negara kesatuan itu secara resmi dilakukan 17 Agustus 1950

Sejak tanggal 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959, Indonesia berada dalam masa demokrasi liberal. Selama masa tersebut, pemerintah RI diwarnai dengan pergantian tujuh cabinet secara berturut-turut sebagai berikut:
a. Kabinet Natsir ( 6 September 1950-21 Maret 1951)
b. Kabinet Sukiman ( 27 April 1951-3 April 1952)
c. Kabinet Wilopo ( 3 April 1952-3 Juni 1953)
d. Kabinet Ali Sastroamidjojo I ( 31 Juli 1953-12 Agustus 1955)
e. Kabinet Burhanuddin Harahap ( 12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
f. Kabinet Ali Sastroamidjojo II ( 20 Maret 1956-4 Maret 1957)
g. Kabinet Juanda ( 9 April 1957-5 Juli 1959)

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, Indonesia memasuki masa demokrasi terpimpin. Isi dekrit tersebut adalah tentang pembubaran Konstituante, tidak belakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945, serta pembentukan MPRS dan DPAS.

DEMOKRASI TERPIMPIN

Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan.

Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok.

Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.

Gerakan 30 September

Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.

Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar